Berita Terbaru

Beredar Dugaan Penyelewengan Bansos di Kuningan, Dadan : Harusnya Jadi Pintu Masuk KPK



Berita Kuningan - Informasi yang berkembang di masyarakat, terkait adanya dugaan penyimpangan Bantuan Sosial (Bansos) baik Bantuan penanggulangan Covid-19 atau PKH di Kabupaten Kuningan, harusnya menjadi pintu masuk bagi KPK untuk menggali lebih mendalam terkait hal tersebut.

"Sejak tahun lalu beredar kabar dugaan penyimpangan dan penyelewengan seperti penggantian item Sembako, adanya pendamping yang merangkap supplier, dan kasus pemotongan dari setiap transaksi menggunakan mesin EDC yang hingga kini belum jelas, kiranya sudah bisa menjadi alat bukti yang cukup bagi KPK untuk turun ke Kabupaten Kuningan," ungkap Dadan Indra Santana, Sekertaris Perhimpunan Praktisi Hukum Indonesia (PPHI), Jum'at (9/4/2121).

Dadan memberikan dorongan kepada KPK untuk mendalami terkait prnyaluran Bansos di Kuningan. Menurutnya, sudah banyak pejabat publik maupun pihak-pihak di daerah lain yang sudah terbukti bermasalah dan sudah berhadapan dengan hukum, seperti Bupati Bandung Barat dan lainnya.

"Sudah semestinya aparat penegak hukum yang memiliki kewenangan, seperti Kepolisian, Kejaksaan dan atau KPK melakukan proses penyelidikan terkait adanya informasi dugaan penyalahgunaan dana bantuan sosial untuk penanganan Pandemi Covid 19 tersebut," ujar Dadan.

Ditambahkannya, apabila penyelewengan dan penyalahgunaan uang negara tersebut betul terjadi maka aparat penegak hukum harus memproses perbuatan pidana tersebut sesuai dengan ketentuan perundang undangan yang berlaku.

"Tidak boleh ada seorang pun di negara ini yang kebal hukum apalagi mempermainkan hukum, tanpa kecuali para pejabat dan para penegak hukumnya. Mereka harus menjadi garda terdepan dalam penegakkan hukum yang berkeadilan. Jangan sampai kepercayaan masyarakat terhadap pejabat dan penegak hukum makin hilang," tegas Dadan.

Pria yang juga Ketua Pagar Aqidah (Gardah) ini menjelaskan, bahwa Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 2 Tahun 2020 yang mengatur tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 Menjadi Undang-Undang telah memberi keleluasaan bagi pejabat publik dalam mengelola dan menggunakan anggaran keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19, namun bukanlah berarti diberi keleluasaan yang tanpa batas.

Pada BAB V, kata Dadan, ketentuan penutup Pasal 27 ayat (3) butir ke-2 Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 2 Tahun 2020 yang mengatur tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2020 Menjadi Undang-Undang menyatakan, bahwa, Anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan ( KSSK ), Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Artinya dapat ditafsirkan bahwa apabila di dalam melaksanakan tugasnya didasarkan kepada itikad tidak baik dan tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan maka dapatlah dituntut baik secara perdata maupun pidana," lanjutnya.

Dadan juga menjelaskan lebih lanjut, bahwa secara pidana siapapun (setiap orang) yang diduga telah melakukan Penyalahgunaan Dana Bansos sehingga telah menimbulkan kerugian keuangan negara, atau dengan cara telah terjadinya suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi maka perbuatan tersebut sudah tidak sesuai dengan peraturan ketentuan perundang undangan yang berlaku. 

Hal tersebut sebagaimana dimaksud didalam ketentuan Undang Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Jadi sudah jelas, pihak yang berwenang seperti halnya Kepolisian, Kejaksaan dan atau KPK haruslah memproses perbuatan pidana tersebut sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud di dalam rumusan pasal-pasal yang tercantum dalam Undang-Undang tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi," pungkas Dadan. (AR27/Red)

Tidak ada komentar