Berita Terbaru

Gunakan Minuman Keras Sebagai Obat Hukumnya Haram



Berita Kuningan - Meski Pandemi Covid-19 mulai berlalu, namun resiko terkena penyakit masih tetap ada, terlebih di musim pancaroba atau perubahan cuaca, banyak yang rentan terkena penyakit.

Banyak cara penyembuhan dan berbagai jenis obat untuk mendapat kesembuhan bagi yang menderita penyakit, namun, Sekertaris Komisi Fatwa MUI Kabupaten Kuningan, Ustadz Fitriyadi Siradz menekankan bahwa sebagai umat muslim harus tetap memperhatikan halal-haram. 

Menanggapi banyak beredarnya asumsi bahwa Minuman Keras (Miras) berkadar alkohol tinggi dijadikan sebagai obat atau jamu,Ustadz Fitri yang merupakan Ketua Lajnah Bahtsul Masail NU Kuningan ini menegaskan bahwa hal itu sangat tidak benar jika tidak terpaksa dan masih banyak yang halal.

"Islam mensyariatkan pengobatan karena ia bagian dari perlindungan dan perawatan kesehatan yang merupakan bagian dari menjaga Al-Dharuriyat Al-Ahkam. Dalam ikhtiar mencari kesembuhan wajib menggunakan metode pengobatan yang tidak melanggar syariat," ungkapnya kepada Berita Kuningan, Rabu (27/10/2021)

Mengutip dari fatwa MUI a. Fatwa MUI Nomor 30 tahun 2013 tentang Obat dan Pengobatan, Obat yang digunakan untuk kepentingan pengobatan wajib menggunakan bahan yang suci dan halal. 

"Penggunaan bahan najis atau haram dalam obat hukumnya haram. Penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk pengobatan hukumnya haram kecuali memenuhi syarat-syarat tertentu," lanjutnya.

Menggunakan barang najis atau haram seperti minuman keras, dapat dikakukan jika digunakan pada kondisi keterpaksaan (al-dlarurat), yaitu kondisi keterpakasaan yang apabila tidak dilakukan dapat mengancam jiwa manusia. 

Kondisi keterpaksaan yang dimaksud adalah apabila tidak dilakukan dapat mengancam jiwa manusia, atau kondisi keterdesakan yang setara dengan kondisi darurat (al-hajat allatu tanzilu manzilah al-dlarurat)

"Yaitu apabila kondisi keterdesakan yang apabila tidak dilakukan maka akan dapat mengancam eksistensi jiwa manusia dikemudian hari, belum ditemukan bahan yang halal dan suci, dan adanya rekomendasi paramedis kompeten dan terpercaya bahwa tidak ada obat yang halal," terangnya.

Sementara, Ustad Fitri menambahkan, untuk penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk pengobatan luar hukumnya boleh dengan syarat dilakukan pensucian. (AR27/Red)

Tidak ada komentar