Berita Terbaru

Momentum Mendidik Keluarga Ala Rasulullah di Tengah Pandemi




Penulis : Fuji Astuti | Mahasiswa STISHK Kuningan Jurusan Hukum Keluarga Islam-Opini

Selama pandemi, masyarakat Indonesia mempunyai waktu lebih banyak bersama keluarga. Hal itu berkaitan dengan himbauan pemerintah untuk di rumah saja. Kebijakan Work From Home , membuat seorang suami yang biasanya seharian penuh menghabiskan waktunya di kantor kini seluruh pekerjaannya harus diselesaikan dirumah. Begitu pun dengan adanya penerapan belajar  daring bagi pelajar maupun mahasiswa, membuat anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah. Artinya, selama pandemi ini ada banyak waktu yang bisa kita gunakan untuk berkumpul bersama keluarga.

Namun bertemunya seluruh anggota keluarga setiap saat tidak menjamin terbangunnya ketahanan keluarga yang berkualitas. Tidak dapat pula menjamin terbentuknya pendidikan keluarga yang berkarakter. Karena banyak anggota keluarga yang hanya sibuk memikirkan permasalahan pribadi, mereka sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Sang Ayah disibukkan dengan segudang berkas rapat onlinenya, sang Ibu mulai tertekan memikirkan kondisi ekonomi dapur yang kian tak stabil. Sedangkan sang anak hampir setiap hari dihadapkan dengan kelas dan setumpuk tugas daring. Jika hal itu terus dibiarkan terjadi tanpa ada komunikasi dan rasa saling memahami, maka kerusakan sebuah keluargalah yang mungkin akan terjadi.

Menariknya, di masa pandemi ini pendidikan anak di kembalikan kepada keluarga. Pendidikan anak yang pertama dan paling utama sejatinya memang ada di tangan orang tua. Tapi seiring berkembangannya zaman, orang tua mulai berubah pandangan dan lebih percaya pada pendidikan formal (sekolah/lembaga). Pada dasarnya, setiap orang tua menginginkan anak-anaknya memperoleh pendidikan yang lebih baik. Namun, pada hakikatnya sebuah pendidikan tidak hanya berlangsung di sekolah. Dengan adanya pandemi ini, mengingatkan setiap keluarga bahwa orang tualah yang berperan sentral dalam mendidik anak-anak.

Suasana pandemi ini telah mengembalikan kesadaran akan pentingnya pendidikan keluarga yang selama ini jarang dilakukan atau bahkan diabaikan oleh sebagian kalangan keluarga. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, namun keluarga adalah pondasi paling dasar dari sebuah bangsa. Apabila pondasinya kokoh, maka kokohlah bangsa tersebut. Sebaliknya apabila pondasinya bobrok, maka bobroklah keadaan bangsa tersebut. Maka di masa pandemi ini adalah saat yang tepat untuk membangun dan memaksimalkan pendidikan keluarga agar tercipta sebuah keluarga yang berkualitas. Agar terbentuk generasi-generasi tangguh yang siap memimpin bangsa dan taat pada Sang Pencipta.

Pendidikan keluarga memang harus dilakukan sebagaimana Allah SWT telah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk memelihara dirinya dan keluarganya dari api neraka., terdapat di dalam QS. At-Tahrim ayat enam. Sebagai seorang muslim, sudah sepantasnya untuk mengambil pelajaran dari kehidupan Rasulullah SAW. Segala segi kepribadian beliau dapat dijadikan teladan. Termasuk dalam hal melakukan pendidikan keluarga.

Rasulullah memulai pendidikan dalam keluarga dengan menunjukkan hal-hal yang baik. Terutama Dia mencontohknnya dari diri sendiri. Mengajak dengan kata-kata ajakan yang baik. Selain itu, Dia juga memberikan ilmu dan mengajarkannya dengan sabar. Sebagai seorang suami, Rasul sangat memperhatikan istri dan anak-anaknya. Dia mengingatkan kepada ummatnya agar jangan pernah menelantarkan istri dan anaknya ketika membina rumah tangga. Sebagai seorang ayah, Rasul menjadi pendidik yang luar biasa bagi anak-anaknya. Beliau selalu memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anaknya sejak kecil.

Ada beberapa pendidikan keluarga yang dapat diterapkan dalam menyesuaikan situasi dan kondisi di kala pandemi. Yang pertama, manfaatkan dan luangkanlah waktu bersama keluarga untuk mengkaji serta mendalami lagi nilai-nilai moral dan keagamaan yang mungkin sempat terkikis oleh kesibukan dunia sebelum pandemi melanda. Seperti merutinkan aktivitas ibadah bersama keluarga, misalnya : Sholat berjamaah, Tadarus bersama, menyimak kajian online bersama, dll. Hal ini merujuk pada cara Rasulullah SAW dalam mendidik anak, yaitu dengan memperkenalkan tauhid sedari dini. Dia juga selalu melibatkan dan membiasakan aggota keluarganya untuk menghadiri kajian ilmu keagamaan.

Yang kedua, hiduplah sederhana dengan cara belajar hemat dan hidup cermat. Diskusi antara suami dan istri sangat perlu dilakukan agar dapat mengontrol ketahanan ekonomi dengan pemasukan keluarga yang kurang stabil di masa pandemi. Komunikasi yang baik antara orang tua dan anak juga sangat penting untuk mengedukasi anak-anak bahwa kita perlu berhemat di tengah kondisi yang sedang tidak baik-baik saja. Bahkan Rasulullah pun sudah mencotohkan kehidupan keluarganya yang selalu sederhana, bahkan ditengah kesederhanaannya Beliau tetap semangat untuk berbagi kepada keluarga lain yang kekurangan.

Yang ketiga, saling membantu, saling menghargai, dan menghormati antar anggota keluarga. Banyaknya tugas sekolah bagi anak, tugas kantor bagi sang ayah, dan bertambahnya pekerjaan rumah bagi sang Ibu seharusnya menjadikan sebuah keluarga saling memahami dan membantu satu sama lain. Sesekali cobalah tanyakan tugas/PR sang anak barangkali ada yang perlu dibantu. Sebagai istri cobalah sesekali buatkan teh atau kopi ditambah cemilan ringan untuk sang suami yang sedang rapat online . Sebagai seorang suami, cobalah sesekali membantu perkerjaan istri seperti mencuci piring, menyapu rumah, dan lain-lain. Jika dalam lingkungan keluarga sudah tercipta perilaku tolong menolong, maka anggota keluarga akan lebih mudah dalam melakukan interaksi sosial di masyarakat.

Yang keempat, waktu yang tepat untuk memberi pengarahan. Rasulullah selalu memperhatikan secara teliti tentang waktu dan tempat yang tepat untuk mengarahkan anak, membangun pola pikir anak, mengarahkan perilaku anak dan menumbuhkan akhlak yang baik pada anak. Pada saat di rumah, seorang anak selalu tampil apa adanya. Sehingga, terkadang dia melakukan perbuatan yang tidak layak atau tidak sesuai dengan adab sopan santun. Maka, saat itulah momentum yang tepat bagi kedua orang tua untuk mengarahkan, memberi teguran dan menasehati dengan kata-kata yang baik dan membekas di jiwa.
Rasulullah SAW mengoreksi perilaku anaknya tanpa perlu berkata kasar, marah-marah, apalagi sampai menggunakan kekerasan fisik. Seorang anak hendaknya sejak dini dibimbing untuk memilah dan memilih perbuatan yang baik, sopan, bermanfaat, dan adil. Apabila seorang anak sudah terbiasa memiliki rasa malu untuk berbuat salah dan berlaku tidak sopan, maka harapannya di tengah masyarakat nanti dia akan enggan melakukan segala hal yang bertentangan dengan norma-norma.

Yang terakhir, pendidikan yang diterapkan harus disertai dengan doa dan keikhlasan. Doa merupakan landasan asasi yang setiap orang tua dituntut untuk selalu konsisten menjalankannya. Bagaimanapun doa kedua orang tua in syaa Allah selalu diijabah oleh Allah SWT. Dengan doa, rasa sayang akan semakin membara, rasa cinta akan semakin tertanam di hati sanubari kedua orang tua. Hendaklah orang tua selalu mendoakan kebaikan untuk anaknya. Karena mendoakan anak dengan segala kebaikan adalah hadiah terbaik untuk anak, mengingat anak adalah titipan dari Allah SWT sehingga orang tua harus menjaga, merawat serta mengarahkannya untuk dapat meraih kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat. Begitu pula seorang anak pun wajib diarahkan untuk berdo'a bagi kebaikan kedua orangtuanya. Karena do'a anak yang sholih dan sholihah juga akan selalu membawa berkah.

Inilah beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mengembalikan pendidikan keluarga di kondisi saat ini. Karena sebuah kejadian tidak bisa kita tafsirkan sebagai berkah ataupun musibah. Tapi kita yakin dibalik musibah akan selalu ada hikmah. Maka carilah hikmah ditengah adanya pandemi ini. Wahai para ayah dan ibu, sadarilah bahwa pandemi ini adalah sebuah momentum yang Allah siapkan agar setiap keluarga dapat mewujudkan Propethic parenting dirumah tercintanya masing-masing. Agar setiap keluarga memiliki kualitas yang lebih baik dikala pandemic covid-19 telah mereda.

(Penulis adalah mahasiswa tingkat akhir di Sekolah Tinggi Ilmu Syari'ah Husnul Khotimah 
Jurusan Ahwal Syakhsiyyah/Hukum Keluarga Islam)

6 komentar: